Minggu, 07 Agustus 2011

Social Being Is What We Are

Ada quote yang saya ambil dari status teman saya di Facebook :

"jika ada yg menghapus tawa ku, kan kuberikan ia air mata. jika ada yg menghapus air mata ku, kan kuberikan ia tawa bahagia."

Apa menurut anda tentang kalimat diatas? Standar,atau malah berlebihan alias lebay?
Kalau saya bilang sih ini standar, dan memang ada lasan untuk ini.
Kalau tidak percaya ini pendapat saya.
Kita itu manusia (kecuali kalau anda ga anggap diri anda manusia atau bahkan alien, silahkan jangan lanjutkan baca post ini, hehehe), dan manusia itu memiliki emosi, serta manusia juga dinamakan mahluk sosial yang selalu berinteraksi dengan manusia yang lain.
Tak hanya tua atau muda, lelaki ataupun perempuan, kita semua akan merasakan sedih apabila hal yang membuat kita senang atau tertawa diambil dari diri kita.
Bisa saja dalam bentuk barang, kesempatan, ataupun seseorang.
Karena kita mahluk sosial, maka apabila seseorang yang telah membuat kita senang tidak ada lagi disisi kita.
Bisa saja secara fisik ataupun secara mental dan emosional. Ya, kesamaan emosi dan mental dalam sebuah lingkungan adalah hal yang dapat membuat setiap manusia dapat bekerja sama dan pada akhirnya akan merasakan senang dan susah bersama. Dan apabila secara emosional saja kita dapat merasa sedih luar biasa (kaya putus cinta mungkin) apalagi secara fisik.
Manusia secara instingtif (bener ga sih katanya?) akan mencari sarana untuk melepaskan beban emosi yang sangat menekan tersebut, dimana kesedihan juga menguras kemampuan fisik seseorang (itu makanya orang depresi cepet kurus). Sarana ini bermacam-macam, bisa dalam bentuk aktivitas seperti berlibur, atau malah dengan sebuah cara yang sangatlah murah, yaitu melepaskan beban dengan cara bercerita dengan teman.
Bercerita dengan manusia yang lain secara tidak langsung juga menghubungkan emosi antara yang bersedih dan pendengarnya, sehingga sang pendengar dapat menetralkan beban yang dialami manusia yang sedang bersedih. Hal ini karena kita, sekali lagi, adalah mahluk sosial dimana kita memiliki hubungan emosional dengan setiap manusia (kita datang dari satu manusia yaitu Adam). Namun dijaman sekarang ini kita juga harus dapat memilih manusia mana yang dapat mendengarkan kisah sedih kita sehingga pelepasan beban tersebut dapat maksimal. Secara minimal kita akan kembali tenang dan syuku-syukur kita dapat tersenyum apalagi tertawa.
Jadi adalah sebuah omong kosong apabila ada orang yang bilang "ga pa pa kok saya biasa sendiri". Sebenarnya dia belum menemukan orang yang tepat, karena hati kecil dia mengatakan bahawa dia adalah mahluk sosial yang harus mencari manusia lain untuk dapat berkomunikasi dan melepaskan beban yang dia terima. And because inside His/Her heart, He/She knows that social being is what we really are...

Jumat, 22 Juli 2011

In The End...

Lost in a dream, Nothing is what it seems
Searching my head, For the words that you said
Tears filled my eyes, As we said our last goodbyes
This sad scene replays, Of you walking away

Time and again, She repeats let's be friends
I smile and say yes Another truth bends, I must confess

I try to let go, but I know We'll never end 'til we're dust
We lied to each other again, But I wish I could trust

My body aches from mistakes, Betrayed by lust
We lied to each other so much, That in nothing we trust

Trust hurts, Why does trust equal suffering

Absolutely nothing we trust

Penggalan lirik diatas adalah lirik lagu Trust dari Megadeth.
Lirik diatas menggambarkan sesuatu yang ada di dunia ini.
Sesuatu yang membentuk sebuah sisi tatanan sosial manusia.
Tatanan tersebut adalah persahabatan.
Apakah ada yang salah dengan persahabatan? Atau pertemanan?
Tidak ada yang salah dengan persahabatan atau pertemanan.
Sebuah hal yang sangat baik untuk dilakukan.
Bahkan ada sebuah pepatah yang sangatlah benar adanya, bahwa banyak teman itu terasa sedikit sedangkan punya musuh itu seperti punya musuh ribuan.
Namun sangatlah tepat pepatah ini untuk sesama jenis, dalam hal ini cowo dengan cowo atau cewe dengan cewe.
Lalu bagaimana dengan hubungan persahabatan dengan jenis kelamin berbeda?
Tidaklah masalah apabila telah terjalin pertemanan yang lama dan saling pengertian.
Nah, masalah mulai timbul bila hubungan tersebut telah diselimuti oleh perasaan yang munculnya dari hati.
Ini adalah masalah yang selalu muncul yang dapat kita temui dimana saja dan kapan saja.
Hampir semua orang pernah mengalami hal seperti ini.
Masalah mulai timbul ketika salah satu pihak (cowonya atau cewenya) memiliki pasangannya yang baru.
Semua perhatian berkurang dan tidak ada tempat lagi, persis seperti kita ditarik kemudian terlepas dan kita terjatuh.
Terkadang janji terucap untuk tetap bersahabat selamanya.
Banyak yang terjebak dalam situasi seperti ini, secara tidak sadar.
Namun hati manusia juga tidak dapat 100% terkontrol.
Hal ini diperparah dengan lingkungan sosial yang sangat membatasi hubungan pria dan wanita apabila salah satunya telah memiliki pasangan masing-masing.
Namun hal ini sebenarnya bisa diatasi dengan komunikasi 2 pasangan yang intens sehingga terjadi saling pengertian.
Tetapi tetap saja budaya dan lingkungan sosial selalu saja dapat mematahkan usaha yang telah terbangun. Dan butuh kekuatan yang lebih untuk menunjukkan keberadaan persahabatan tersebut serta keikhlasan pasangan dari dua sahabat tersebut, terlebih pasangan dari wanitanya. Sehingga dia dapat mengerti persahabatan tersebut.
Ketika pasangan dari wanita tidak mengerti, bagaimanakah si wanita dapat menepati janji untuk berteman selamanya, bersahabat selamanya bila dia tidak dapat memberi pengertian sekaligus memnuhi janji persahabatan.
Tragically, friendship of a man and a woman will brutally end when the woman married, in the name of family relation, culture, and devotion. How ironic....

Sabtu, 09 Juli 2011

The Parting Line

The Saggitary, a mythical warriors that roam the woods. The one that always look for life company, that can understand, and also help. The Saggitary, roam the land always, to hunt. One day he found a creature that look alone. He approaches the creature and it turn to be a cow. A cow that can be a good company, and he ask the cow to walk together, roaming the land. Both of them go around the land, that sometimes, they walk not on grass that soft, but also rocks. The cow have tendencies to find a better grass, that is the nature. The Saggitary have tendency to hunt, to be patience and stay when it fit. Days become month, until the day have come. The cow see a good grass to fulfill her needs, and The Saggitary realize that. The road to the grass is on the left, but the path that Saggitary prefer is on the right. They part in the end. Though not far the road separated, The Saggitary can see that it will join again. The saggitary realize that the cow is good life company and when the road back together he will ask the cow to follow his road. Though in the end, whatever the answer, The Saggitary will always find his way in this world.


FOR AHR